Teori Terbentuknya Negara (Bagian 3)


Teori Hukum Murni
Menurut Hans Kelsen, negara yakni suatu kesatuan tata aturan yang bersifat memaksa. Setiap orang harus taat dan tunduk. Kehendak negara yakni kehendak hukum. Negara identik dengan hukum.

Paul Laband (1838-1918) dari Jerman memelopori pedoman yang meneliti negara semata-mata dari segi hukum. Pemikirannya diteruskan oleh Hans Kelsen (Austria) yang mendirikan Mazhab Wina. Hans Kelsen mengemukakan pandangan yuridis yang sangat ekstrim: menyamakan negara dengan tata aturan nasional (national legal order) dan beropini bahwa problema negara harus diselesaikan dengan cara normatif. Ia mengabaikan faktor sosiologis alasannya hal itu hanya akan mengaburkan analisis yuridis. Hans Kelsen dikenal sebagai pejuang teori aturan murni (reine rechtslehre), yaitu teori mengenai mengenai pembentukan dan perkembangan aturan secara formal, terlepas dari isi material dan ideal norma-norma aturan yang bersangkutan. Menurut dia, negara yakni suatu tubuh aturan (rechtspersoon, juristic person), menyerupai halnya NV, CV, PT. Dalam definisi Hans Kelsen, tubuh aturan yakni “sekelompok orang yang oleh aturan diperlakukan sebagai suatu kesatuan, yaitu sebagai suatu person yang mempunyai hak dan kewajiban.” (General Theory of Law and State, 1961). Perbedaan antara negara sebagai tubuh aturan dengan badan-badan aturan lain yakni bahwa negara merupakan tubuh badan aturan tertinggi yang bersifat mengatur dan menertibkan.

Teori Modern
Teori modern menitikberatkan fakta dan sudut pandangan tertentu untuk memeroleh kesimpulan perihal asal mula, hakikat dan bentuk negara. Para tokoh Teori Modern yakni Prof.Mr. R. Kranenburg dan Prof.Dr. J.H.A. Logemann.

Kranenburg menyampaikan bahwa pada hakikatnya negara yakni suatu organisasi kekuasaan yang diciptakan sekelompok insan yang disebut bangsa. Sebaliknya, Logemann menyampaikan bahwa negara yakni suatu organisasi kekuasaan yang menyatukan kelompok insan yang kemudian disebut bangsa. Perbedaan pandangan mereka bahwasanya terletak pada pengertian istilah bangsa. Kranenburg menitikberatkan pengertian bangsa secara etnologis, sedangkan Logemann lebih menekankan pengertian rakyat suatu negara dan memperhatikan kekerabatan antarorganisasi kekuasaan dengan kelompok insan di dalamnya.

Menurut Georg Jellinek pun, terjadinya negara sanggup dilihat secara primer dan sekunder dengan pembahasan yang agak berbeda sebagai berikut: 

a)  Terjadinya negara secara primer melalui empat tahap: 

Persekutuan masyarakat (genootschap)
Tahap ini merupakan suatu masa saat masyarakat hidup dalam suatu kelompok dengan kedudukan yang sama. Mereka bergabung dalam kelompok untuk kepentingan bersama dan didasarkan pada persamaan. Untuk mengurus kepentingan mereka, dipilihlah seorang yang terkemuka di antara mereka (primus inter pares) yang diberi wewenang memimpin berdasarkan etika istiadat.

Kerajaan (rijk)
Primus inter pares dari suatu komplotan lambat laun menguasai pula kelompok-kelompok lain sebagai akhir dari kemenangannya dalam kontradiksi antarkelompok. Berkat kekuasaannya itu ia menjadi raja.

Negara (staat)
Pada masa kerajaan, sudah ada pemerintah pusat, tetapi belum bisa mengurus dan mengendalikan pemerintah daerah-daerah taklukannya. Karena itu raja kemudian bertindak sewenang-wenang untuk membuatkan kewibawaannya di seluruh tempat yang dikuasainya dan menyatukan semuanya dalam suatu pemerintahan absolut. Kesatuan kewibawaan itu melahirkan negara.

Negara demokrasi (democratische natie)
Negara demokrasi lahir sebagai reaksi terhadap kekuasaan raja yang sewenang-wenang. Pada masa ini, rakyat yang menyadari kedaulatannya bertindak merebut kekuasaan pemerintahan dari raja. Untuk mencegah kembalinya kekuasaan absolut, rakyat membentuk undang-undang yang menjamin hak-hak rakyat dan membatasi kekuasaan raja.

Diktatur (dictatuur)
Diktatur yakni pemerintahan yang dipimpin oleh seorang pilihan rakyat yang kemudian berkuasa secara mutlak. Istilah Kranenburg untuk diktatur yakni autokrasi, sedangkan Otto Koelreuter menyebutnya autoritaire fuhrerstaat.

Ada dua kelompok pendapat yang berlainan perihal diktatur. Kelompok pertama beropini bahwa diktatur merupakan perkembangan lebih lanjut dari negara demokrasi, sedangkan kelompok lainnya menganggap diktatur sebagai variasi atau penyelewengan dari negara demokrasi. 

Diktatur sanggup dibedakan menjadi empat macam, yaitu:

o  diktatur legal (legale dictatuur), yaitu suatu pemerintahan yang dipegang oleh seseorang dalam suatu masa tertentu untuk mengatasi keadaan ancaman yang mengancam negara;
o  diktatur kasatmata (feitelijk dictatuur) atau diktatur ilegal yang terjadi dalam keadaan negara masih berstatus negara demokrasi;
o  diktatur partai (party dictatuur), yaitu diktatur yang didukung oleh satu partai politik saja (misalnya: Partai Fascis di Italia pada masa Mussolini dan Partai Nazi di Jerman pada masa Hitler);
o  diktatur proletar (proletare dictatuur), yaitu diktatur yang didukung oleh kaum proletar (buruh dan petani kecil). Dalam diktatur proletariat ini kekuasaan negara dipegang oleh sekelompok pemimpin Partai Komunis yang menganggap dirinya sebagai wakil dari golongan proletar.
 
b)  Terjadinya negara secara sekunder:
Terjadinya negara secara primer membicarakan bagaimana kelompok atau komplotan masyarakat yang sederhana bermetamorfosis suatu negara. Sedangkan terjadinya negara secara sekunder membicarakan bagaimana terbentuknya negara gres yang dihubungkan dengan ratifikasi dari negara lain.

Pengakuan dari negara lain dibedakan menjadi dua macam, yaitu ratifikasi de facto dan ratifikasi de jure. Pengakuan de facto yakni ratifikasi berdasarkan kenyataan bahwa di suatu wilayah telah bangun suatu negara. Pengakuan ini bersifat sementara alasannya masih perlu dilakukan penelitian mengenai mekanisme terjadinya negara tersebut berdasarkan aturan yang berlaku. Pengakuan de facto sanggup meningkat menjadi ratifikasi de jure (menurut hukum) sehabis persyaratan aturan berdirinya suatu negara gres dipenuhi. Pengakuan de jure yang bersifat tetap dan seluas-luasnya biasa diberikan kepada negara gres sehabis pemerintahannya relatif stabil. ***


Artikel lain:

Tag : SUDUT KAMPUS
0 Komentar untuk "Teori Terbentuknya Negara (Bagian 3)"

Back To Top