Pendidikan Islam Di Kurun Muawiyah, Abasiyah Dan Kekhalifahan Selanjutnya

Dengan berakhirnya masa Khulafaur Rasyidin maka mulailah kekuasaan Bani Umayyah. Selama pemerintahan Muawiyyah, tempat kekuasaan Islam meluas hingga Lahore di Pakistan. Perharian Khalifah diarahkan ke Byzantine di wilayah utara dan barat. Pasukan Umayah mencapai 1700 kapal perang,membuat Muawiyah sanggup menundukkan banyak pulau diantaranya ialah Rhodes dan pulau yang lain di Yunani. Adapun kemajuan pendidikan dan peradaban Abasiyah mencapai kejayaan terutama pada masa Khalifah al-Mahdi dan puncak kejayaan terutama pada masa Khalifah al-Mahdi dan puncak popularitasnya gres setelah pemerintahan Harun al-Rasyid yang diteruskan oleh putranya al-Makmur. 

Masa kejayaan ini ditandai dengan berkembang pesatnya kebudayaan Islam secara mandiri. Dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam, Madrasah-madrasah dan Universitas-universitas yang merupakan pusat-pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. Pada masa ini pendidikan Islam berkembang sebagai akhir dari hal tersebut dan merupakan balasan terhadap tantangan yang diakibatkan oleh perkembangan dan kemajuan-kemajuan budaya Islam sendiri yang berlangsung sangat cepat. Tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam dengan cepat, merupakan ciri pendidikan Islam masa ini. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awalnya memang merupakan perpaduan antara unsur-unsur pembawaan aliran Islam sendiri dengan unsur-unsur yang berasal dari luar, yaitu dari unsur budaya Persia, Yunani, Romawi, India dan sebagainya. Kemudian dalam perkembangannya potensi atau pembawaan Islam tidak merasa cukup hanya mendapatkan saja unsur  budaya dari luar itu, kemudian mengembangkannya lebih jauh, sehingga kemudian warna dan unsur-unsur Islamnya nampak lebih lebih banyak didominasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Kemajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan keagamaan saja. Tetapi juga dalam aneka macam cabang ilmu pengetahuan pada umumnya.

Pada kala ke 13 H / 7-9 M, semasa Rosul sesudahnya terutama pada masa Malik Ibn Anas (wafat tahun 179 H/795 M). Abu Hanifah (wafat 150/767), al-Syafi’i (wafat 204/820) dan Ahmad ibn Hambal (wafat tahun 241/855). Sejak kala ini secara intensif Islam diinformasikan, digeneralisasikan, dan dibentuk relasi antara satu sisi dengan yang lainnya. Yang muncul kemudian yakni Islam yang aneh dan transenden, Islam yang sudah ditarik dari dunia nyata.

Sejarah menjelaskan kepada kita bahwa pendidik khsususnya pada Rasulullah dan para sahabat bukan merupakan profesi atau pekerjaan untuk menghasilkan uang atau sesuatu yang diperlukan bagi kehidupannya, melainkan ia mengajar sebab panggilan agama, yaitu sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mengharapkan keridhaan-Nya, menghidupkan agama, menyebarkan seruannya dan menggantikan peranan Rasulullah SAW dalam memperbaiki umat.

Persepsi pendidik yang dipahamkan dalam agama Islam mempunyai kepribadian yang baik, mulia dan lengkap, tidak sanggup sepotong-sepotong sebab kesadaran terhadap pengemban amanat mendidik yakni kiprah yang luas dan berat, suci, dan mulai.

Filsafat Yunani yakni aktivitas berpikir yang dilakukan oleh para filosof Yunani untuk mencari kebenaran perihal sesuatu, baik yang bersifat aneh maupun yang konkret.

Filsafat Yunani mulai besar lengan berkuasa dikalangan ilmuwan Muslim pada masa pemerintahan Bani Umayyah dan mencapai puncaknya pada masa Bani Abbasiyah dikala karya-karya filosof Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Syriah oleh Hunayn dan anaknya menerjemahkan dari bahasa Syaria ke bahasa Arab.

Al-Ma’mun yakni khalifah yang banyak jasanya dalam penerjemahan berupa emas seberat yang diterjemahkan. Karya-karya Yunani yang dibaca oleh ilmuwan Muslim ini memperlihatkan motivasi untuk memakai  logika dalam membahas aliran Islam dan menyebarkan serta menemukan aneka macam macam ilmu pengetahuan yang baru.

Unsur dialektika dari socrates, idealisme Ploto dan logika Aristoteles dan sebagainya termasuk besar lengan berkuasa terhadap lahirnya beberapa aliran dalam Islam, menyerupai Qadariyah, Asy’ariyah dan Mu’tazilah.

Metode berpikir yang dipakai oleh filosof Yunani memperlihatkan motivasi bagi ilmuwan muslim untuk lebih banyak berkarya dalam kemajuan pendidikan Islam, sehingga muncul ilmuwan menyerupai Jabir ibn Hayyan, Al-Kindi, Al-Razi, Al-Khawarizmi, Al-Farabi, Ibnu Umar Khayyam, Ibnu Rusyd, dan sebagainya.

Melalui orang-orang kreatif, menyerupai Al-Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Masudi, Al-Tabari, Al-Razi, Al-Khawarizmi, Al-Ghazali, Nasil Khusru, Omar Khayyam dan lain-lain. Pengetahuan Islam telah melaksanakan pemeriksaan dalam ilmu kedokteran, teknologi,matematika, geografi dan bahkan sejarah.
________________________________________________________
  • Mansur, Rekonstruksi SPI di Indonesia: Depag RI Dirjend Kelembagaan agama Islam, 2005
  • Suwito Prof. Dr dan Fauzan, MA. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2005, Ed-1, cet.-1.
  • Nata, Abuddin, Prof. Dr. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2004, cet-1.
  • Nata, Abuddin, Prof.Dr. Sejarah Pendidikan Islam.
0 Komentar untuk "Pendidikan Islam Di Kurun Muawiyah, Abasiyah Dan Kekhalifahan Selanjutnya"

Back To Top